KIM Monta, - Jangan Pernah Bosan Untuk Menebar
kebaikan demikianlah ungkapan yang selalu menjadi kata-kata andalan
sekaligus pondasi prinsip hidup pemuda kelahiran Desa Parado Rato 1987
ini. Dengan motto tersebut pula Muhammad Firdaus kini secara alami dianggap
sebagai generasi pelopor berantas buta aksara dan berantas kemiskinan.
Abdillah M. Saleh, S.Pd yang menjadi
bapak asuh sangat membanggakan potensi yang dimiliki anak asuhnya tersebut
sebab menurut Abdillah bahwa sejak tahun 2000 ia mendirikan lembaga PKBM, baru
tahun 2008 ia menemukan generasi yang sepaham dan yang memiliki tekad yang sama
yakni Firdaus.
Sejak tahun 2008 itulah Firdaus mulai
bergelut dan membaur dengan ratusan Masyarakat atau Warga Binaan (WB).
Menjembatani peningkatan harga jual hasil tani warga dengan sistim pemasaran
langsung adalah langkah awal yang dilakukan dan ini berhasil membangun
integritasnya di tengah-tengah sedikitnya 500 kepala keluarga di parado. “Hasil
bumi seperti singkong, jagung dan sejenisnya jika dijual di parado harganya
sangat rendah baik diecer terlebih oleh tengkulak. Bersama saya Firdaus
mengumpulkan hasil tani tersebut untuk kemudian dipasarkan keliling ke
desa-desa tetangga dan tentunya dengan harga jauh lebih tinggi dari tengkulak,”
ungkap Abdillah.
Berangkat dari sinilah pemuda yang
hidup didataran tinggi kabupaten Bima ini tumbuh menjadi sosok yang memiliki
daya pikir ke depan, dengan sendirinya memahami management kepemimpinan dalam
mengkoordinir warga yang ada, melihat peluang pasar sekaligus kemampuannya
untuk mempromosikan hasil bumi maupun karya warga.
Memasuki pertengahan 2009 ia melirik
usaha rumahan yang diproduksi ibu rumah tangga yakni sambal jeruk atau dikenal
dengan Mbohi Dungga. Dengan kemasan sederhana memakai botol air mineral
tanggung dengan kisaran harga Rp. 8000 per botolnya. Produksi ini pun awalnya
hanya untuk konsumsi pribadi, hanya sedikit yang memiliki nilai jual itupun
dipesan oleh keluarga di luar parado.
Oleh Firdaus yang tentunya bernaung
di bawah lembaga pimpinan Abdillah menjadikan salah satu produk untuk dipasarkan
keliling dan ternyata sambal yang berbahan baku jeruk, cabe dan garam ini
banyak diminati.
Tidak menunggu lama produk ini
dirubah kemasannya dan dipatenkan, dikemas dengan kemasan yang lebih menarik
dan memiliki daya jual yang tinggi. “Untuk satu botol dengan harga 8 ribu itu
kami mampu menjuanya dengan harga 20 ribu tentunya dengan kemasan yang baru
sehingga dalam seminggu dapat menghasilkan keuntungan 300 hingga 500 ribu
rupiah,” terang Firdaus di Parado.
Usha tersebut terus berkembang dan
menjadi prosuk andalan sehingga dari hasil itu Firdaus yang kini berkat
dedikasinya ditawar langsung oleh dinas dikpora kecamatan parado untuk menjadi
tenaga pendamping lapangan pendidikan luar sekolah (PLS) mampu menyelesaikan
studynya di dua universitas.
Disamping mampu menopang ekonomi
keluarga ia juga telah memiliki kendaraan sepeda motor sendiri dari hasil
usahanya tersebut.
Kendati demikian, tidak ada usaha
yang tidak memiliki kendala demikian pula persoalan yang harus dipecahkan oleh
Firdaus. Masuk tahun-tahun terakhir permintaan meningkat sementara ketersediaan
bahan baku jeruk mulai langka. “Jeruk jenis ini hanya mampu tumbuh didataran
seperti kecamatan parado sementara tanaman ini sudah banyak yang tidak
produktif, sehingga untuk mencoba keluar dari krisis tersebut saya coba
mengajak warga untuk memanfaatkan lahan kosong untuk ditanami jeruk, saya awali
tahun 2012 pada lahan milik orang tua seluas 1 Ha dengan tanaman jeruk 50 pohon
dan sampai tahun ini hanya tumbuh 20 pohon saja,” ungkapnya.
Firdaus optimis bahwa usaha ini akan tetap
dikembangkan karena ia yakin kendala tersebut perlahan akan mampu dilewatinya.
“Dengan terus memotifasi warga untuk peningkatan produktifitas lahan kosong
maka ketersediaan bahan baku jeruk akan terpenuhi, karena satu orang saja mampu
untuk memelihara 10 pohon itu saja cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam enam
bulan,” ungkapnya optimis. [Leo]
Sumber: Kampung Media
Posting Komentar